PERISTIWA

Ratusan Anak Berkebutuhan Khusus di Trenggalek Belum Terlayani Pendidikan

×

Ratusan Anak Berkebutuhan Khusus di Trenggalek Belum Terlayani Pendidikan

Sebarkan artikel ini

SUARA TRENGGALEK – Ratusan anak berkebutuhan khusus (ABK) di Kabupaten Trenggalek dilaporkan belum mendapatkan akses pendidikan karena keterbatasan fasilitas dan daya tampung Sekolah Luar Biasa (SLB) di wilayah tersebut.

Plt Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) Trenggalek, Christina Ambarwati mengatakan, pihaknya tidak memiliki data pasti mengenai jumlah anak yang belum mengakses pendidikan, namun berdasarkan informasi yang dihimpun, jumlahnya mencapai ratusan.

“Di Trenggalek ada tiga SLB, yaitu SLB Kampak, SLB Kemala Bhayangkari, dan SLB Harapan Mulia di Panggungsari. Itu sangat sedikit daya tampungnya,” kata Christina, Senin (5/5/2025).

Kondisi ini, menurut Christina yang akrab disapa Tina, menjadi salah satu penyumbang angka anak putus sekolah di Trenggalek.

Meski demikian, pemerintah daerah melalui Dinas Pendidikan tengah mendorong sekolah reguler untuk menjadi sekolah inklusi. Upaya ini dilakukan secara bertahap dengan mempersiapkan sekolah agar mampu menerima ABK dengan dukungan sarana dan pelatihan tenaga pendidik.

“Jadi layanan sekolah inklusi di sekolah reguler saat ini dalam proses penyempurnaan. Persiapan tidak hanya dari sisi orang tua, tapi juga dari sekolahnya,” ujarnya.

Ia menambahkan, masih ada anggapan dari sebagian orang tua bahwa anak dengan kebutuhan khusus tidak perlu disekolahkan karena dianggap tidak mampu mengikuti pelajaran.

“Karena terkadang orang tua beranggapan anak seperti itu kok disekolahkan, karena ndak bisa apa-apa,” tutur Tina menirukan alasan sebagian orang tua.

Tina menegaskan bahwa sekolah reguler inklusi akan memberikan perlakuan khusus bagi ABK, termasuk penyesuaian standar kompetensi berdasarkan kemampuan anak.

“Yang penting bukan sejauh mana mereka mengalami kemajuan akademik, tapi yang prioritas adalah tidak adanya diskriminasi,” ujarnya.

Menurutnya, yang terpenting adalah penerimaan sosial anak, tumbuh kembang secara emosional, serta lingkungan sekolah yang tidak menolak keberadaan mereka.

“Tak ada diskriminasi, mereka diterima oleh lingkungan sosialnya, dia belajar adab, mereka belajar tumbuh kembang yang lain dan tidak ditolak dari sekolah dan temannya,” tegas Tina.

Tina juga berharap guru sebagai orang tua kedua ABK dapat memberikan perlakuan yang sesuai. Ia menekankan bahwa pendidikan adalah hak semua anak, termasuk mereka yang memiliki disabilitas.

“Saya tidak tahu persis kuota dan jumlah yang bisa ditampung, karena hal itu bukan wewenang langsung dinas saya,” pungkasnya.

Penulis: ABYEditor: RAY

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

google-site-verification=r-TjxqyQPKa3Az3KlxQ7LG9poW2yUP97uF9Xrf0yDdE